Faktual News Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menyapa pagi ini dengan wajah cerah. Pada pukul 09.00 WIB, IHSG dibuka di level 7.091,85, melonjak 0,73 persen dari penutupan kemarin di angka 7.040,16. Aktivitas perdagangan pun cukup ramai, dengan 647,59 juta saham diperdagangkan, menghasilkan nilai transaksi mencapai Rp394,20 miliar melalui 29 ribu transaksi. Meski demikian, pergerakan saham terbilang beragam; 210 saham menguat, 65 saham melemah, dan sisanya stagnan.
Prediksi sebelumnya dari Ratih Mustikoningsih, Financial Expert Ajaib Sekuritas, mengarah pada pergerakan IHSG yang variatif di kisaran 6.950 hingga 7.080. Prediksi ini tampaknya cukup akurat, mengingat penguatan IHSG hari ini. Kenaikan IHSG kemarin, Kamis (15/5/2025), sebesar 0,86 persen atau 60,28 poin, menjadi modal positif untuk hari ini.
Apa yang mendorong IHSG merangkak naik? Beberapa faktor internal berperan penting. Rebound IHSG selama tiga hari berturut-turut, diiringi apresiasi saham-saham perbankan besar (Big Banks), sejalan dengan ekspektasi penurunan suku bunga BI. Aliran modal asing (inflow) juga tercatat positif, mencapai Rp1,68 triliun, khususnya di sektor perbankan. Jika dilihat dari titik terendah April 2025, IHSG telah melesat 19,7 persen. Meskipun secara year to date (ytd) masih mengalami penurunan, namun penurunan tersebut mulai terbatas di angka 0,56 persen.
Namun, ada juga catatan yang perlu diperhatikan. Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada kuartal I 2025 mencapai USD430,4 miliar, naik 6,4 persen secara year on year (yoy). Kenaikan ini didorong oleh ULN sektor pemerintah yang tumbuh 7,6 persen yoy, sementara sektor swasta mengalami koreksi 1,2 persen yoy. Rasio ULN terhadap PDB pun meningkat menjadi 30,6 persen dari 30,4 persen pada kuartal sebelumnya.
Di kancah internasional, Bursa Wall Street bergerak terbatas setelah penguatan signifikan di awal pekan. Pemerintah AS tengah mempertimbangkan pembatasan ekspor semikonduktor ke Tiongkok. Dari Asia, Jepang melaporkan pertumbuhan ekonomi yang mengecewakan di kuartal I 2025, yakni minus 0,2 persen secara quarter on quarter (qoq) dan koreksi 0,7 persen yoy. Kondisi ini membuat pemerintah Jepang mempertimbangkan stimulus fiskal berupa pemotongan pajak dan paket stimulus lainnya. Perkembangan global ini tentu saja turut mempengaruhi sentimen pasar.