Wacana mengenai penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026 terus menjadi perdebatan hangat antara serikat pekerja, pemerintah, dan pelaku usaha. Menurut Rakyatnesia.com Kalangan pengusaha kini menyuarakan kekhawatiran serius, memperingatkan bahwa kenaikan upah minimum yang terlalu tinggi dapat berdampak negatif terhadap iklim investasi dan ketersediaan lapangan kerja di Indonesia.
Kekhawatiran Investor dan Ego Semua Pihak
Ketua Umum Asosiasi Garment dan Textile Indonesia (AGTI), Anne Patricia Sutanto, menyoroti pentingnya pemerintah mempertimbangkan ketersediaan lapangan kerja (tenaga kerja) dalam merumuskan kebijakan UMP 2026. Menurutnya, besaran upah minimum sangat memengaruhi keputusan calon pengusaha yang ingin berinvestasi di Indonesia.
“Kalau sudah ada calon pengusaha yang masuk Indonesia, takut karena kenaikan upah minimum. Bapak, Ibu, yang jadi pengusaha mau tidak menambah lapangan kerja. Ini common sense,” kata Anne.
Anne juga mengimbau semua pihak yang terlibat dalam Dewan Pengupahan Nasional untuk menahan ego. Ia mengingatkan bahwa kenaikan UMP pada tahun sebelumnya (2025) sebesar 6,5 persen, justru tidak serta merta menambah lapangan kerja.
“Jadi kali ini simpan ego kita, bagi semua yang menjadi penentu upah minimum,” tegasnya.
Pemerintah Menyiapkan Regulasi Berdasarkan Putusan MK
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli memastikan bahwa regulasi mengenai UMP 2026 sedang dalam tahap finalisasi. Proses ini melibatkan Dewan Pengupahan Nasional serta menerima masukan dari serikat pekerja dan pelaku usaha.
Menaker Yassierli menegaskan bahwa penetapan UMP tahun depan akan mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut menuntut pencabutan dan revisi terhadap beberapa pasal dalam Undang-Undang Cipta Kerja, termasuk ketentuan mengenai penghitungan upah minimum, dan mengembalikan basis perhitungan pada prinsip kebutuhan hidup layak.
Dengan adanya perdebatan antara tuntutan kenaikan yang tinggi dari serikat buruh (yang beberapa kali mengusulkan kenaikan 8,5% hingga 10,5%) dan kekhawatiran pengusaha, keputusan final pemerintah mengenai formula dan besaran UMP 2026 akan sangat menentukan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan kelangsungan dunia usaha.

