Faktual News Pagi ini, Selasa (22/4), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka dengan performa yang cukup menjanjikan. Lonjakan ke angka 6.464,70, naik 0,29 persen dari penutupan kemarin di 6.445,96, menjadi sinyal positif di awal perdagangan. Aktivitas perdagangan terbilang cukup ramai dengan volume transaksi mencapai Rp175,97 miliar dari 435,78 juta saham yang diperdagangkan, melalui 22 ribu kali transaksi. Meskipun demikian, pergerakan IHSG tetap menunjukkan dinamika yang menarik. Dari 435 saham yang tercatat, 166 saham menghijau, sementara 86 saham lainnya melemah, dan sisanya stagnan.
Analisis dari Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, memprediksi pergerakan IHSG hari ini akan cenderung variatif, bergerak dalam rentang 6.340 hingga 6.520. Ia mencatat adanya rebound selama dua hari terakhir, namun masih dalam fase sideways jangka pendek. Kondisi ini mengindikasikan sikap wait and see yang diadopsi oleh sebagian besar pelaku pasar, yang tercermin dari volume transaksi harian yang relatif terbatas.

Aliran dana asing (outflow) masih menjadi sorotan, dengan catatan Rp686,59 miliar pada Senin (21/4). Jika diakumulasi sejak awal tahun, total outflow telah mencapai angka yang fantastis, yaitu Rp50,23 triliun. Kondisi ini beriringan dengan stagnasi nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS yang berada di kisaran Rp16.800-an.
Di sisi lain, kabar baik datang dari dalam negeri. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan surplus neraca dagang Indonesia pada Maret 2025 mencapai USD4,33 miliar, meningkat dari USD3,10 miliar pada bulan sebelumnya. Kenaikan ini didorong oleh komoditas non migas seperti bijih logam, nikel, besi baja, serta mesin dan perlengkapan elektronik.
Namun, sentimen global masih memberikan tantangan. Bursa Wall Street mengalami pelemahan, dengan NASDAQ turun 2,55 persen dan S&P 500 2,36 persen. Keinginan Presiden Trump untuk menekan Jerome Powell agar menurunkan suku bunga, memicu spekulasi mengenai potensi pemberhentian pimpinan The Fed tersebut. Sementara itu, Bank Sentral Tiongkok (PBoC) kembali menahan suku bunga acuannya, menunjukkan sikap wait and see di tengah ketidakpastian ekonomi global dan dampak perang tarif. Pemerintah Tiongkok juga masih menunggu dampak perang tarif sebelum memberikan stimulus lebih lanjut. Hal ini menjadi gambaran kompleksnya dinamika pasar yang mempengaruhi pergerakan IHSG.