Faktual News Jakarta – PT Koka Indonesia Tbk (KOKA) mengungkapkan penyebab kerugian yang dialaminya pada kuartal II 2025. Dalam paparan publik insidentil yang digelar pada Selasa (14/10/2025), manajemen KOKA membeberkan bahwa perubahan kebijakan perusahaan-perusahaan asal China menjadi faktor utama penurunan kinerja keuangan perseroan.
Manajemen KOKA, melalui William, menjelaskan bahwa pendapatan perusahaan sebenarnya mengalami peningkatan menjadi Rp9,57 miliar pada kuartal II 2025, dibandingkan Rp1,51 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, angka ini jauh di bawah pencapaian tahun 2024 yang mencatatkan laba sebesar Rp66,7 miliar.

Ironisnya, KOKA justru mencatatkan rugi kotor sebesar Rp9,68 miliar pada kuartal II 2025, berbanding terbalik dengan keuntungan Rp492 juta pada kuartal yang sama tahun sebelumnya. Padahal, pada tahun 2024, perusahaan berhasil membukukan laba kotor sebesar Rp23,38 miliar.
William menjelaskan bahwa kerugian ini merupakan imbas dari perubahan preferensi kontraktor oleh perusahaan-perusahaan China yang memiliki proyek di berbagai wilayah Indonesia, seperti Kalimantan dan Sulawesi. Sejak awal 2024, perusahaan-perusahaan China lebih memilih kontraktor dari kalangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) China atau perusahaan terbuka asal China.
"Pemilik proyek mengubah preferensi mereka dalam memilih kontraktor. Dulu, perusahaan dengan kualifikasi teknis tertentu bisa ikut serta. Tapi, mulai tahun 2024, mereka lebih memilih BUMN atau perusahaan terbuka asal China," ujar William dalam paparan publiknya.
Kebijakan ini membuat KOKA, sebagai kontraktor lokal Indonesia, kesulitan untuk bersaing mendapatkan proyek-proyek besar. Meskipun KOKA telah berupaya mengikuti berbagai tender, hampir semua pemilik proyek kini mengadopsi metode pemilihan kontraktor tersebut, sehingga peluang KOKA untuk mendapatkan proyek baru menjadi sangat terbatas.
