Faktual News Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi masih memiliki potensi besar untuk melanjutkan tren positifnya. Optimisme ini diungkapkan oleh Head of Research and Chief Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto, yang melihat peluang penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebagai katalis utama.
Meskipun BI mempertahankan suku bunga acuan di level 4,75 persen pada Oktober lalu, Rully meyakini bahwa ruang untuk pelonggaran kebijakan moneter masih terbuka lebar. "Ke depan kami masih melihat adanya peluang berlanjutnya tren positif di pasar saham Indonesia seiring masih terbukanya kemungkinan penurunan suku bunga ke depan," ujarnya dalam riset yang dipublikasikan di Jakarta, 23 Oktober 2025.

Keputusan BI untuk menahan suku bunga memang sedikit berbeda dari ekspektasi pasar yang memperkirakan penurunan sebesar 25 basis poin (bps). Namun, Mirae Asset menilai langkah BI ini sudah sesuai dengan proyeksi internal mereka.
Rully menyoroti bahwa BI telah menurunkan suku bunga secara agresif sebesar 150 bps sejak September 2024 hingga September 2025. Sayangnya, penurunan ini belum sepenuhnya tercermin pada penurunan suku bunga Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit.
"BI yang telah menurunkan suku bunga 150 bps, tapi suku bunga simpanan dan kredit, masing-masing baru turun sebanyak 36 bps dan 25 bps. Yang paling penting saat ini adalah respons perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit sehingga transmisi kebijakan moneter dapat berjalan lebih optimal dan lebih efektif dalam mendorong pertumbuhan sektor riil," tegasnya.
Untuk mengoptimalkan transmisi moneter dan mendorong sektor riil, BI telah meluncurkan insentif baru bernama Kebijakan Insentif Likuiditas Macroprudential (KLM) yang berbasis kinerja dan berorientasi ke depan.
KLM ini merupakan penyempurnaan dari versi sebelumnya yang hanya berfokus pada realisasi kredit historis. KLM yang baru akan menilai komitmen pertumbuhan kredit ke depan serta kecepatan penurunan suku bunga kredit oleh bank.
"Dengan demikian, bank tidak hanya dinilai dari hasil masa lalu, tetapi juga dari performance projection dan policy response time," pungkas Rully.
